Senin, 01 Oktober 2012


PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP
LOYALITAS PELANGGAN TAHU BAKSO
IBU PUDJI  UNGARAN SEMARANG

Sadi
 Program Studi Magister Agribisnis UNDIP.

Abstract
The quality of service and product are two factors that have been stated by some research’s
results as the main factors that influence to the loyality of  costumers . Based on that case, this study
is hold in order to examine the influence of the quality of service and product to the loyality of Ibu
Pudji’s Tahu Bakso Costumers in Ungaran, Semarang.
The hypothesis that will be examined are as  follows : (a) the quality of service does not
influence the loyality of Ibu Pudji’s Tahu Bakso costumers in East Ungaran Subdistrict, Semarang
Regency, Central Java Province; (b) The quality of products influences the loyality of Ibu Pudji’s in
East Ungaran  Subdistrict, Semarang Regency, Central Java Province; (c) The quality of service and
product influences the loyality of Ibu Pudji’s in East Ungaran  Subdistrict, Semarang Regency,
Central Java Province.
Based on regression analysis, it is concluded that both  the quality of service and product give
positive influence to the loyality of costumers. Statistically, the quality of service does not influence
to the loyality of costumers, but the quality of product is significant to the loyality of costumers
with the level of  belief up to 90%. The regression  results shows that if the quality of product is
increased 1% so that it will be followed by the increase of Tahu Bakso costumers 0,539 %.
As a suggestion to the company,  it is better to improve the quality of service and keep the
quality of product in order to increase the loyality of costumers.

Keywords :  Quality of service, Quality of products,  Loyality of costumers, “Tahu
 Bakso”


PENDAHULUAN
Perusahaan pada umumnya menginginkan
apa yang diproduksi dapat dipasarkan dengan
lancar  dan menguntungkan. Berawal dari hal
tersebut perusahaan akan menginginkan, agar
pelanggan yang sudah diciptakan dapat
dipertahankan selamanya. Namun hal tersebut
bukanlah merupakan hal yang mudah,
mengingat beberapa perubahan dapat terjadi
setiap saat, baik perubahan pada diri
pelanggan, seperti selera maupun beberapa
aspek psikologis sosial dan kultur pelanggan.
  Dalam jangka panjang loyalitas
pelanggan menjadi  tujuan bagi perencanaan
pasar strategis, selain  itu juga dijadikan dasar
pengembangan keunggulan yang
berkelanjutan, yaitu berbagai keunggulan
yang dapat direalisasikan melalui upaya-
upaya pemasaran.
  Kepergian pelanggan  merupakan
pertanda yang paling mungkin, bahwa
pelanggan melihat suatu aliran nilai yang
merosot dari suatu perusahaan. Suatu tingkat
kepergian yang meningkat, merupakan suatu
pertanda akan adanya pengurangan cash flow
dari pelanggan kepada perusahaan (meskipun
perusahaan mampu mengganti pelanggan
yang hilang), karena untuk mendapatkan
pelanggan baru membutuhkan biaya dan
pelanggan lama cenderung memberikan  cash
flow serta keuntungan yang lebih besar
dibandingkan dengan pelanggan yang baru.
Loyalitas adalah tujuan utama para
pemasar atas produk, merk atau
pelayanannya, kekuatan dari pelanggan
sebagai salah satu kunci sukses dalam bisnis.
Pelanggan yang loyal pada suatu produk
tertentu akan memberikan prioritas pertama
dalam berbelanja pada produk tersebut. Hal
ini dapat berlangsung dalam jangka panjang
dan berakhir pada saat terjadi ketidak cocokan
yang akan memutus ikatan kuat antara
pelanggan dengan produk.
Loyalitas pelanggan memiliki hubungan
kausal dengan kualitas jasa. Terjadinya
loyalitas merk pada konsumen disebabkan
adanya pengaruh kepuasan atau
ketidakpuasan pelanggan terhadap merk
tersebut yang terakumulasi secara terus-
menerus disamping adanya persepsi tentang
kualitas. Loyalitas pelanggan juga
  1dipengaruhi oleh kualitas produk. Kualitas
produk dapat digunakan untuk
mengembangkan loyalitas pelanggan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa konsumen akan menjadi loyal pada
beberapa merk berkualitas tinggi. Dalam hal
kualitas, kualitas produk  juga mengandung
makna adanya kualitas pelanggan. Pada
dimensi kualitas produk atau jasa di dalamnya
termasuk berbagai hal yang berkaitan dengan
kualitas pelayanan, yaitu tangibles, reliability,
responsiveness, assurance dan emphaty.
Kualitas pelayanan merupakan suatu
bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat
pelayanan yang dipersepsikan (perceived
service) dengan tingkat pelayanan yang
diharapkan (expected service).  Kualitas
pelayanan akan dihasilkan oleh operasi yang
dilakukan perusahaan, dan keberhasilan
proses operasi perusahaan ditentukan oleh
banyak faktor, antara lain  faktor karyawan,
sistem, teknologi dan keterlibatan nasabah.
Pada umumnya, semakin lama seorang
pelanggan bertahan pada suatu perusahaan,
semakin berharga pelanggan tersebut. Para
pelanggan lama melakukan lebih banyak
pembelian dan biasanya membawa masuk
pelanggan baru. Lebih  dari itu, pelanggan
lama tidak membutuhkan biaya awal (biaya
pemasaran untuk mencari pelanggan baru).
Pelanggan lama yang baik, sangat berharga
pada sebagaian besar industri, karena
pelanggan ini dapat mengurangi kepergian
pelanggan sebesar 10% sampai dengan 15%
per tahun. Berdasarkan pengalaman masa
lampau yang diukur dengan variabel, yaitu
tingkat kepuasan pelanggan dan rekomendasi
dari mulut ke mulut memiliki keterkaitan
dengan loyalitas pelanggan. Keluasan asosiasi
antara kedua variabel tersebut adalah kuat dan
stabil. Oleh karena itu implikasinya bahwa
pihak manajemen seharusnya
mempertimbangkan dan mendidik pemasar
mereka dalam pelayanan terhadap konsumen
sebagai langkah untuk meningkatkan citra
perusahaan.

Tujuan Penelitian secara rinci adalah
1.  Untuk mengetahui apakah terdapat
pengaruh kualitas pelayanan terhadap
loyalitas pelanggan tahu bakso Ibu Pudji
di Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten
Semarang,  Provinsi Jawa Tengah.
2.  Untuk mengetahui apakah terdapat
pengaruh kualitas produk terhadap
loyalitas pelanggan tahu bakso Ibu Pudji
di Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten
Semarang,  Provinsi Jawa Tengah.
3.  Untuk mengetahui apakah terdapat
pengaruh kualitas pelayanan dan kualitas
produk terhadap loyalitas pelanggan tahu
bakso Ibu Pudji  di Kecamatan Ungaran
Timur, Kabupaten Semarang, Provinsi
Jawa Tengah.

Landasan Teori
Kualitas Pelayanan
Kualitas layanan merupakan
keseluruhan berbagai ciri dan  karakteristik
dari suatu produk atau  jasa dalam hal
kemampuan untuk memenuhi berbagai
kebutuhan yang telah ditentukan atau yang
bersifat laten. Parasuraman,  et al (1988)
menyarankan tiga tema pokok dalam
menentukan kualitas jasa, yaitu :
1.  Bagi konsumen, kualitas jasa adalah lebih
sulit diukur dibandingkan dengan kualitas
barang.
2.  Kualitas jasa  adalah hasil perbandingan
antara apa yang diharapkan  konsumen
dengan kinerja yang diterima.
3.  Evaluasi terhadap jasa bukan hanya pada
hasil jasa semata, melainkan juga
mencakup evaluasi  terhadap proses
pengirimnya (Delivery Process ).

Zeithaml – yang dikutip oleh Umar
(2000), mengemukakan lima dimensi dalam
menentukan kualitas jasa, yaitu :
1.  Reliability, yaitu kemampuan untuk
memberikan pelayanan yang sesuai
dengan janji yang ditawarkan.
2.  Responsiveness, yaitu  respon atau
kesigapan karyawan dalam  membantu
pelanggan dan  memberikan pelayanan
yang cepat dan tanggap, yang meliputi :
kesigapan karyawan dalam  melayani
pelanggan, kecepatan karyawan dalam
menangani traansaksi, dan penanganan
keluhan pelanggan.
3.  Assurance, meliputi kemampuan
karyawan atas pengetahuan terhadap
produk secara tepat, kualitas keramah
tamahan, perhatian dan kesopanan dalam
memberi pelayanan, ketrampilan dalam
memberikan informasi, ketrampilan dalam
memberikan keamanan di dalam
memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan
kemampuan dalam menanamkan
kepercayaan pelanggan terhadap
perusahaan.
4.  Emphaty, yaitu  perhatian secara
individual  yang diberikan perusahaan
kepada pelanggan seperti kemudahan
untuk menghubungi perusahaan,
kemampuan karyawan untuk
  2berkomunikasi dengan pelanggan, dan
usaha perusahaan  untuk memahami
keinginan dan kebutuhan pelanggannya.
5.  Tangibles, meliputi penampilan fasilitas
fisik seperti gedung dan ruangan  front
affice, tersedianya tempat parkir,
kebersihan, kerapihan dan kenyamanan
ruangan, kelengkapan peralatan
komunikasi, dan penampilan karyawan.

Parasuraman  et al. (1991, P.240)
mengemukakan model kualitas layanan yang
menyoroti beberapa syarat utama untuk
memberikan kualitas layanan yang
diharapkan. Dalam penelitian tersebut,
diidentifikasikan 5 (lima) kesenjangan yang
mengakibatkan kegagalan penyampaian
layanan, yaitu :
1.  Kesenjangan antara harapaan konsumen
dan persepsi manajemen, disini
manajemen  tidak selalu memahami benar
yang menjadi keinginan pelanggan
2.  Kesenjangan antara persepsi manajemen
dan spesifikasi kualitas layanan, disini
manajemen mungkin benar dalam
memahami keinginan pelanggan, tetapi
tidak menetapkan standar pelaksanaan
yang spesifik
3.  Kesenjangan  antar spesifikasi kualitas
layanan dan penyampaian layanan,
dimana para personil mungkin tidak
terlatih baik dan mampu memenuhi
standar
4.  Kesenjangan  penyampaian layanan dan
komunikasi eksternal  bahwa harapan
konsumen dipengaruhi oleh pertanyaan
yang dibuat para wakil dan iklan
perusahaan.
5.  Kesenjangan  antara layanan yang
diterima dan layanan yang diharapkan, hal
ini terjadi bila konsumen mengukur
kinerja perusahaan dengan cara yang
berbeda dan memiliki persepsi yang keliru
mengenai kualitas layanan.

Kualitas produk
Produk merupakan barang untuk jasa yang
hasilnya digunakan untuk konsumen guna
memenuhi kebutuhan dan memberikan
kepuasan. Demikian produk adalah segala
sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar
untuk mendapat perhatian, dimiliki,
digunakan atau dikonsumsi untuk meliputi
barang secara fisik, jasa kepribadian, tempat,
organisasi dan gagasan atau buah pikiran.
Mraz (1997) mengatakan, bahwa produk
adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan
ke pasar untuk diperhatikan, digunakan,
dikonsumsi yang akan memuaskan  semua
kebutuhan atau keinginan.

Pada dasarnya produk yang dibeli
konsumen dapat dibedakan atas  3 (tiga)
tingkatan (Mraz, 1997).:
1.  Produk inti (core product) yang
merupakan inti atau dasar yang
sesungguhnya dari produk yang ingin
diperoleh atau ditetapkan oleh seseorang
pembeli atau konsumen dari produk
tersebut.
2.  Produk formal (formal product), yang
merupakan bentuk, model, kualitas atau
mutu, merk dan kemasan yang menyertai
produk tersebut.
3.  Produk tambahan (auqemented
product),yang merupakan tambahan
produk formal dengan berbagai jasa yang
menyertainya, seperti pemasangan
instalasi, pelayanan, pemeliharaan dan
pengangkutan secara cuma-cuma.

Menurut Conner (1994), bahwa untuk
mendapatkan kualitas produk yang baik
diperlukan pengembangan produk, sehingga
kualitas produk dapat dipertahankan.    
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh
persepsi pelanggan atas  performance  produk
atau   jasa dalam memenuhi harapan
pelanggan. Pelanggan merasa puas apabila
harapannya terpenuhi atau akan sangat  puas
jika harapan pelanggan terlampaui.  

Loyalitas pelanggan
Loyalitas pelanggan pasti ditujukan pada
obyek tertentu. Obyek dimaksud berupa merk,
atribut pada produk dan perusahaan atau
tempat penjualan. Oleh karena istilah loyalitas
bermacam-macam seperti loyalitas merk,
loyalitas terhadap perusahaan dan tempat
penjualan tertentu. Dengan demikian makna
loyalitas secara umum dapat diartikan sebagai
kecenderungan konsumen untuk membeli
suatu produk.
Pada merk tertentu dengan tingkat
konsistensi yang tinggi (Basu, 1999)
mengajukan empat macam pengukuran
loyalitas merk, yaitu :
1.  Runtutan pilihan merk  (brand-choice
sequence)
2.  Proporsi pembelian  ( proportion of
purchase)
3.  Preferensi merk (brand prefence)
4.  Komitmen merk (brand commitment)

  3Pada runtutan pilihan merk, tingkat
loyalitas dibagi dalam  4 (empat) tingkatan,
yaitu :
1.  Loyalitas yang tidak terpisahkan
(undivided loyality) yang ditujukan
dengan runtut pembelian pada merk yang
sama pada beberapa kali pembelian.
2.  Loyalitas yang terpisahkan  (devided
loyality) yang ditujukan  dengan runtut
pembelian dua merk secara bergantian;
3.  Loyalitas yang tidak stabil  (  unstable
loyality)  yang ditujukan dengan runtut
pembelian yang stabil merk tertentu.
4.  Tanpa loyalitas, (no loyality) yang
ditujukan dengan runtut pembelian merk
yang selalu berbeda setiap kali melakukan
pembelian.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Forrnell (1992) mengemukakan bahwa,
loyalitas pelanggan merupakan variable
endogenous yang disebabkan oleh suatu
kombinasi dari kepuasan pelanggan, persepsi
layanan dan kualitas produk.
Hasil studi Zein (1995) menunjukkan,
bahwa pentingnya pengalaman masa lampau
dalam bisnis eceran, sebab antara
pengalaman, pembelian masa lampau dengan
loyalitas terhadap perusahaan  memiliki
hubungan yang signifikan. Pada penelitian
tersebut pengalaman masa lampau pada
sebuah perusahaan dioperasionalkan oleh dua
variabel, yaitu tingkat kepuasan dari
pembelian lampau dengan mengacu pada
kualitas barang, harga, layanan, keseluruhan
aspek dari perusahaan dan variabel yang
kedua adalah memperluas keinginan untuk
merekomendasikan perusahaan pada kawan
atau keluarganya untuk memasukan variable
kedua untuk ukuran pengalaman masa lampau
berdasarkan pada pesanan bahwa berita dari
mulut ke mulut berperan, tidak hanya dalam
hal menyebarkan informasi, tetapi dalam
mengekpresikan pengalaman.  
Tujuan akhir dari program loyalitas
pelanggan adalah meningkatkan pendapatan,
laba dan bagian pasar, sehingga dapat
mengamankan keberadaan dan posisi
perusahaan di masa yang akan datang.
Meskipun demikian tujuan tersebut adalah
tujuan jangka panjang yang hanya bisa
dicapai jika tujuan-tujuan antara  tercapai
terlebih dahulu.

Lima tujuan utama program loyalitas
pelanggan :
1.  Membangun hubungan dengan pelanggan
untuk mengubah pelanggan  tersebut
menjadi pelanggan setia dalam jangka
panjang, idealnya seumur hidup membeli
produk atau jasa  tertentu dari perusahaan
penyelenggara. Tentu saja pelanggan yang
akan dijadikan pelanggan setia harus
dipilih, karena dalam beberapa kasus
memelihara kesetiaan biayanya  lebih
besar dari pada keuntungan.
2.  Menarik pelanggan baru, untuk menarik
pelanggan baru  ada dua cara, Pertama,
anggota program yang merasa puas akan
menjadi pengiklan gratis dari mulut ke
mulut. Manfaat yang diterima oleh
anggota diceritakan kepada orang lain
sehingga orang lain tertarik untuk menjadi
anggota. Kedua, nilai program kualitas
pelanggan sangat menarik, sehingga  non
anggota tertarik untuk menjadi anggota.
Anggota baru ini mencoba produk dan
terus menggunakannya apabila mereka
puas.
3.  Membuat database pelanggan, idealnya
database tidak hanya berisi data sosial
demografis (umur, alamat, pekerjaan dan
sebagainya), tetapi juga data rinci
mengenai perilaku  pembelian dan
preferensi.
4.   Mendukung departemen lain dalam
perusahaan
5.  Menciptakan peluang komunikasi.


METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
diskriptif purposif dengan ruang lingkup
adalah perusahaan tahu bakso Ibu Pudji
beserta pelanggan yang merupakan konsumen
akhir yang memanfaatkan produk perusahaan
tahu bakso Ibu Pudji di Kecamatan Ungaran
Timur Kabupaten Semarang Jawa Tengah.
Pelanggan yang datang langsung di tempat
pemasaran minimal 3 (tiga) kali datang
membeli.
Tempat dan Waktu Penelitian
Berdasarkan hasil identifikasi yang telah
dilakukan diketahui, bahwa  produsen tahu
bakso yang ada di wilayah Ungaran,
Kabupaten Semarang  sebanyak 12 produsen
tahu bakso. Dari 12 produsen tahu bakso yang
ada, yang paling besar adalah Tahu Bakso Ibu
Pudji, yaitu dengan produksi sekitar 10.000
s/d 12.000 biji per hari, bahkan pada hari
Sabtu dan Minggu dapat mencapai 15.000
biji. Sehubungan dengan hal tersebut peneliti
menetapkan lokasi penelitian adalah
  4Perusahaan tahu Bakso Ibu Pudji yang
terletak di desa Susukan, Kecamatan Ungaran
Timur, Kabupaten Semarang Jawa Tengah.
Perusahaan ini dipilih disamping karena
produsen terbesar juga konsumen/ pelanggan
lebih banyak dibandingkan perusahaan tahu
bakso yang lain. Sementara waktu penelitian
dilakukan pada minggu IV bulan Mei –
minggu IV bulan Juni 2008 ( dua puluh
delapan hari kerja).  
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data digunakan dengan
menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diambil
langsung dari responden dan diusahakan
sendiri oleh peneliti. Data primer yang telah  
dikumpulkan bersumber dari pelanggan
perusahaan tahu bakso Ibu Pudji di Ungaran,
baik pelanggan lama maupun pelanggan baru.
Sedang data sekunder adalah data yang sudah
tersedia dan bukan diusahakan sendiri oleh
peneliti, untuk data sekunder bersumber dari
Perusahaan Tahu Bakso Ibu Pudji Ungaran
antara lain (nilai penjualan, jumlah pelanggan
dan lain-lain), Bappeda.
Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan populasi
yang merupakan hasil pengukuran ataupun
perhitungan secara kualitatif maupun
kuantitatif mengenai karakteristik tertentu
dari semua anggota kumpulan yang lengkap
dan jelas yang ingin dipelajari sifat – sifatnya.
Untuk metode pengambilan sampel
(responden) telah dilakukan secara acak
terhadap pembeli yang datang  langsung ke
kios penjualan. Jumlah pembeli dalam satu
hari rata–rata berjumlah 100–150 orang,
dengan total produksi antara 10.000–12.000
biji tahu. Adapun untuk menentukan ukuran
sampel dari suatu populasi, menurut pendapat
Gay (1996),  bahwa ukuran minimal sampel
dapat diterima berdasarkan desain penelitian
yang digunakan, yaitu populasi relatif kecil
adalah 20 % dari populasi pelanggan, yaitu
150–200 pelanggan. Mengingat pelanggan
yang datang tidak terlalu heterogen, maka
ditetapkan jumlah responden yang akan
diambil sebanyak 70 responden, hal ini
dimaksudkan agar dapat menggambarkan
karakteristik responden.
Variabel Penelitian dan Pengukuran
Variabel
Data yang dikumpulkan adalah data deskriptif
kualitatif dan deskriptif kuantitatif dengan
penjabaran variabel secara rinci, sebagai
berikut :
Kualitas Pelayanan, digunakan metode
skoring berdasarkan Skala Likert dari
jawaban pertanyaan pada kuesioner, terbagi
dalam 5 kriteria yang kemudian
diterjemahkan dalam nilai, yaitu :
Sangat Puas (SP)  dengan nilai Skor  5
Puas (P)    dengan nilai Skor  4
Cukup Puas (CP)  dengan nilai Skor  3
Tidak Puas  (TP)  dengan nilai Skor  2
Sangat Tidak Puas (STP)  dengan  nilai
Skor  1
Pertanyaan pada Kualitas Pelayanan adalah 5
pertanyaan, dengan skor maksimal 5 x 5 = 25
dan skor minimal 5 x 1 = 5, sehingga
didapatkan kisaran nilai 5 – 25. Demikian
baik untuk Kualitas Produk maupun loyalitas
pelanggan.
Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis kuantitatif
dengan persamaan regresi linier berganda.
Analisis kuantitatif yaitu analisis yang
digunakan untuk menganalisa data yang
diperoleh dari pertanyaan yang memerlukan
perhitungan statistik, sehingga analisis ini
sering disebut dengan analisis statistik.

Batasan Pengertian dan Konsep
Pengukuran
Variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian dirumuskan sebagai variabel latent
atau  un-observed (sering juga disebut
konstruk)      yaitu variabel yang tidak dapat
diukur secara langsung tetapi dibentuk
melalui dimensi/indikator yang diamati.
Instrumen-instrumen pengukuran dalam
penelitian ini masing-masing diukur dengan
menggunakan skala likert yang sifatnya
positip, yaitu pernyataan responden yang
menyokong/mendukung topik yang diukur.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Usaha Tahu Bakso Ibu Pudji
Pada penghujung tahun 1995, dengan
peralatan seadanya dan modal tidak lebih dari
Rp. 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah),
keluarga Pudjijanto memulai merintis usaha
  5membuat makanan kecil yang sampai saat ini
dikenal dengan nama TAHU BAKSO (dari
tahu diisi dengan adonan bakso lembek).
Tahun 1996, setelah berjalan 9 (sembilan)
bulan, ternyata dapat berkembang dan
menunjang kebutuhan keluarga sehari-
harinya.. Melalui musyawarah keluarga maka
disepakati nama pada saat itu diambilkan dari
nama lokasi rumah yakni ”Tahu Bakso
Kepodang”  Tahun 1999, dalam rangka
meningkatkan kinerja usahanya,  maka
diperoleh bantuan pinjaman modal sebesar
Rp. 5.000.000,- dari PT. ASABRI (Persero).
Tahun 2001, nama “Tahu Bakso Kepodang”
diganti dengan nama baru yakni “Tahu Bakso
Ibu Pudji”. Tahun 2002 bulan Pebruari, tahu
bakso Ibu Pudji mulai menempati rumah
produksi yang baru di Jl. Kutilang Raya 56,
disitulah semua aktivitas usaha dilakukan,
dengan omset penjualan berkisar  1500–2000
biji/hari dan terus meningkat dari tahun ke
tahun.  Tahun 2005, guna mencukupi
kebutuhan bahan baku  (tahu) yang setiap
tahun terus bertambah, maka perusahaan
mengadakan ekspansi dengan mendirikan
perusahaan tahu di desa Kalisidi Kecamatan
Ungaran Barat, dengan kapasitas produksi
pada awal 2.800–4.500 biji/hari. Saat ini
mampu memproduksi 10.000–12.000 biji tahu
atau sekitar 250 kg kedelai/ hari. Tahun 2007,
dalam rangka meningkatkan pelayanan serta
memudahkan para pelanggan/pembeli untuk
mengaksesnya atau menjangkau, khususnya
pembeli dari luar kota maka dibukalah
gerai/toko Tahu bakso Ibu Pudji di      Jl.
Letjen Suprapto No. 24 Ungaran, yang
berlokasi lebih strategis, dekat dengan jalan
raya Semarang–Solo (dari Gedung DPRD
Kabupaten Semarang ke arah timur kurang
lebih 200 m). Bahkan tahu bakso ini sekarang
terkenal dengan makanan khas Ungaran.
Perkembangan Usaha
Seperti halnya para pelaku usaha produksi
pada umumnya, industri tahu bakso Ibu Pudji
pada awal produksinya juga masih sedikit
bahan baku yang dibutuhkan, antara lain :
a.  Tahu 160 – 200 biji/ hari.
b.  Daging sapi 1 – 2 kg
c.  Tapioka  ½ - 1 kg
Saat sekarang kebutuhan bahan baku setiap
hari mencapai :
a.  Tahu 10.000 – 12.000 biji/ hari.
b.  Daging sapi 100 – 120 kg
c.  Tapioka  50  - 60 kg
Pada awal usahanya dalam rangka
meningkatkan kualitas dan jumlah produksi,
maka industri tahu bakso Ibu Pudji senantiasa
berusaha untuk mencari produsen tahu di
ungaran yang dapat memenuhi kualitas dan
kapasitasnya. Pada tahun 2003 ditemukan
seorang pengusaha atau produsen tahu di desa
Pringsari Kecamatan Pringapus yang saat itu
dinilai kualitas produksinya sesuai yang
diharapkan dengan kapasitas produksi 1.500–
2.000 biji/ hari.
Sejalan dengan meningkatnya produksi
tahu bakso Ibu Pudji, maka bahan baku tahu
tidak dapat dipenuhi oleh Pabrik tahu di
Pringapus, yang maksimal hanya mampu
memasok 3.000–4.000 biji/hari, sedangkan
prediksi yang dibutuhkan sekitar 6.000–9.000
biji/ hari, maka dengan segala kemampuan
yang ada pada tahun 2005 Bapak Pudjijanto
berupaya mendirikan pabrik tahu sendiri
dengan nama pabrik tahu LESTARI di desa
Kalisidi Kecamatan Ungaran Barat dengan
kapasitas produksi 2.800 sampai 4.500
biji/hari, maka sebagian kebutuhan tahu dapat
dipenuhi sendiri. Sampai dengan saat ini
kebutuhan tahu dipasok dari pabrik tahu
Pringapus sebanyak 30 % dan pabrik sendiri
70 % dari total tahu berkisar antara 10.000–
12.000 biji/hari.
Keadaan Umum Responden
Pada bagian ini dilakukan analisis deskriptif
terhadap karakteristik responden yang
digunakan pada penelitian, yaitu para
konsumen tahu bakso Ibu Pudji  di Ungaran,
yang meliputi jenis kelamin, pendidikan,
umur, Tempat tinggal, Jenis Pekerjaan,
penghasilan, frekuensi dan kurun waktu
pembelian. Karakteristik tersebut diharapkan
dapat memberi gambaran tentang keadaan
responden. Dilihat dari jenis kelamin, yang
melakukan pembelian sebanyak  54,3%
adalah laki-laki dengan diwakili golongan
usia  30 tahun keatas sebanyak 55,7%, dimana
78,5% dari responden berdomisili di luar
Ungaran.  
Tingkat pendidikan responden diwakili
78,6% adalah dari Perguruan tinggi. Hal ini
yang dapat mempengaruhi responden untuk
memilih makanan selingan yang sehat dan
bergizi, ditunjang dengan 60% responden
berstatus sebagai pegawai dengan gaji diatas
Rp. 1,5 juta/bulan, sehingga dapat
menjangkau harga tahu bakso yang relatif
mahal, yaitu Rp. 15.000,- /10 buah..
  6Responden yang menjadi pelanggan tahu
bakso relatif belum lama, yaitu dalam kurun
waktu dibawah satu tahun, dengan frekuensi
pembelian 3 sampai dengan 6 kali. Dilihat
dari pendidikan, penggemar tahu bakso lebih
banyak Sarjana, karena semakin tinggi
pendidikan kesadaran  untuk mengkonsumsi
barang yang aman tinggi walaupun harganya
lebih mahal.


Tabel 1 : Identitas Responden Tahu Bakso Ibu Pudji  Ungaran Kab. Semarang
No             Identitas                    Jumlah Responden        Persentase Responden
                                                  (orang)                               (%)
1.  Jenis Kelamin  
 Laki-laki  38  54,3
 Perempuan  32  45,7

2. Pendidikan
  SMP    1    1,4
 SMA  14  20,0
 Perguruan Tinggi  55  78,6

3. Umur
          20 – 40 tahun  46  65,7
   40 – 60 tahun  24  34,3

4. Tempat Tinggal
 Ungaran  15  21,4
 Kota Semarang  36  51,4
 Kota lainnya  19  27,1

5. Jenis Pekerjaan
 Pegawai Negeri  15  21,4
 Pegawai Swasta  27  38,6
  Pedagang    9  12,9
 Lainnya  19  27,1

6. Penghasilan per bulan
  Tidak/Belum Berpenghasilan  12 17,1
  < Rp. 500.000    1    1,4
  Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000    5    7,1
  Rp. 1.000.000 - Rp. 1.500.000  10  14,3
  Rp. 1.500.000 - Rp. 2.000.000  14  20,0
  > Rp. 2.000.000  28  40,0

7. Frekuensi pembelian
   3  –  6 kali  48 68,6
   7  – 10 kali    3    4,3
  10 – 45 kali  19  27,1  

8.   Kurun waktu pembelian
   < 1 tahun  44 62,9
    > 1 tahun  26  37,1
  Sumber : Data Primer, diolah 2008
Berdasarkan dari hasil rekapitulasi
diperoleh rata-rata skor kualitas pelayanan
sebesar 4 (empat) berarti pelanggan merasa
puas, walaupun secara analisis tidak terbukti
bahwa kualitas pelayanan  berpengaruh
terhadap peningkatan loyalitas pelanggan.
Sedang rata-rata skor kualitas produk sebesar
5 (lima) berarti pelanggan merasa sangat puas
dengan produk yang dijual di perusahaan tahu
bakso ibu Pudji. Rata – rata skor loyalitas
pelanggan sebesar 5 (lima) berarti pelanggan
sangat puas/loyal terhadap perusahaan tahu
bakso. Hal tersebut sangat sesuai dengan
jawaban para pelanggan pada saat menjawab
pertanyaan yang diajukan, yaitu apa yang
menyebabkan saudara menjadi pelanggan
  7tahu bakso Ibu Pudji, padahal banyak
perusahaan tahu bakso di ungaran ini yang
harganya lebih murah ?. Jawabannya adalah
karena tahu bakso ibu Pudji menurut saya dan
teman-teman yang telah membeli dan
membandingkan  rasanya paling enak
dibanding tahu bakso yang lain.
Pengujian Kualitas data
Pengujian kualitas data dilakukan melalui:
Pengujian Reliabilitas
Reliabilitas (keandalan) merupakan
ukuran suatu kestabilan dan konsistensi
responden dalam menjawab hal yang
berkaitan dengan konstruk-konstruk
pertanyaan yang merupakan dimensi suatu
variabel dan disusun dalam suatu kuesioner.
Berdasarkan perhitungan statistik, bahwa
konstruk Kualitas pelayanan menghasilkan
nilai Cronbach Alpha 70 %, Kualitas produk
75,9 % dan Loyalitas pelanggan 63,5 % yang
menurut kriteria Nunnally, dalam bukunya
Ghozali (2001) dapat disimpulkan, bahwa
ketiga variabel tersebut cukup reliabel.

Pengujian Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui
kelayakan butir-butir dalam suatu daftar
pertanyaan dalam mendefinisikan suatu
variabel. Daftar pertanyaan ini pada
umumnya mendukung suatu kelompok
variabel tertentu. Dari hasil uji validitas,
terlihat bahwa korelasi antara masing-masing
indikator (Y, X1, X2) menunjukkan hasil
yang signifikan. Jadi dapat disimpulkan
bahwa masing-masing indikator pertanyaan
adalah valid

Pengujian Regresi Berganda
Berdasarkan pengujian, diperoleh persamaan
regresi linier berganda  sebagai berikut  Y =
1,314 + 0,122 X1 + 0,539 X2. Variabel
Kualitas pelayanan dan Kualitas produk
mempunyai pengaruh positif terhadap
loyalitas pelangan artinya bahwa peningkatan
penerapan manajemen kualitas pelayanan dan
kualitas produk  akan dapat meningkatkan
Loyalitas pelanggan tahu bakso. Dari kedua
variabel independen diatas, Kualitas produk
berpengaruh signifikan  terhadap Loyalitas
pelanggan. Artinya perusahaan tahu bakso Ibu
Pudji dituntut untuk senantiasa memperbaiki
kualitas pelayanan sehingga dapat
memuaskan pelanggan, membuat produk
lebih laku terjual, dapat bersaing,
meningkatkan pangsa pasar dan volume
penjualannya.

Pembahasan
Tahu bakso merupakan jenis makanan
yang terbuat dari tahu didalamnya diisi bakso,
dapat sebagai makanan ringan maupun lauk
makan. Tahu bakso Ibu Pudji ini sangat
populer bagi masyarakat Ungaran dan
seringkali dijadikan makanan khas “oleh-
oleh” ke luar wilayah Ungaran.
Perkembangan usaha tahu bakso yang
pesat membuat pemilik menambah outlet
penjualan di lokasi yang lebih strategis bagi
konsumen.   Hal ini membutuhkan
perencanaan produk, tata  letak dan personil.
Guna mencukupi kebutuhan bahan baku maka
perusahaan mengadakan ekspansi dengan
mendirikan perusahaan tahu dan dalam
rangka memudahkan akses bagi para pembeli
khususnya dari kota Semarang dan kota lain
(77,5 % responden) maka dibuka gerai di
dekat jalur Semarang-Solo yang didukung
kurang lebih 15 karyawan dari keseluruhan
karyawan sejumlah 50 orang.
Loyalitas pelanggan adalah kepuasan
konsumen terhadap produk  barang dan jasa,
sehingga konsumen cenderung melakukan
pembelian ulang dan pada akhirnya konsumen
akan merekomendasikan kepada orang-orang
sekitarnya (word of mouth communication).
Hal ini tentunya akan mempengaruhi jumlah
pelanggan dan reputasi  serta laba yang besar
dapat diraih. Selain  itu loyalitas pelanggan
merupakan aspek penting untuk dapat
bertahan dalam bisnis dan memenangkan
persaingan. Berdasarkan hal tersebut maka
perusahaan dituntut untuk senantiasa
memperbaiki kualitas produk dan kualitas
pelayanan untuk dapat memuaskan
pelanggannya.
Berdasarkan analisis regresi diperoleh
hasil bahwa kualitas pelayanan dan kualitas
produk secara bersama-sama berpengaruh
positif terhadap loyalitas pelanggan. Secara
statistik kualitas pelayanan tidak berpengaruh
terhadap loyalitas pelanggan, namun kualitas
produk signifikan terhadap loyalitas
pelanggan dengan tingkat kepercayaan 99 %.
Hasil regresi ini menunjukkan, bahwa jika
kualitas produk ditingkatkan 1 % maka akan
diikuti dengan meningkatnya loyalitas
pelanggan tahu bakso sebesar 0,539 %. Hal
ini diperkuat dari data rekapitulasi responden
tahu bakso, dari hasil skor terhadap kualitas
produk lebih tinggi daripada kualitas
pelayanan atau dengan  kata lain konsumen
yang datang masih mengesampingkan
kualitas pelayanan terhadap konsumen (skor
rata-rata 4) dan hanya berorientasi pada
  8kualitas produk tahu bakso Ibu Puji (skor rata-
rata 5).
Kunci untuk menghasilkan loyalitas
pelanggan adalah memberikan nilai
pelanggan yang tinggi. Perusahaan harus
merancang proposisi nilai (value proposition)
yang unggul, sehingga mampu bersaing yang
dibidikkan ke segmen pasar tertentu dan yang
didukung dengan sistem pemberian nilai
(value delivery system). Proposisi nilai terdiri
dari keseluruhan kelompok manfaat yang
dijanjikan akan diberikan perusahaan, sebagai
contoh “keamanan pangan” tetapi pembeli
juga dijanjikan rasa, kemudahan digunakan,
standart kualitas mutu dan label halal. Selain
itu perusahaan diharapkan dapat
menyelaraskan antara nilai merek (brand
value) dengan nilai pelanggan (customer
value) dengan melakukan upaya penjualan
yang unik seperti alternatif pilihan pembelian
tahu bakso yang belum / sudah digoreng,
makan di gerai atau pembelian diantar untuk
pembelian dengan jumlah tertentu yang
disertai fasilitas pelayanan yang ramah,
minuman, ruangan yang bersih dan nyaman,
musik, tempat parkir, layanan payung bila
hujan.
Bagi perusahaan yang berfokus pada
pelanggan, kepuasan pelanggan adalah
sasaran sekaligus alat pemasaran. Untuk itu
perusahaan tahu bakso    ibu Pudji dapat
meningkatkan nilai pelanggan dengan
memperbaiki manfaat-manfaat produk,
layanan karyawan dan citranya.
 

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.  Pelanggan tahu bakso ibu Pudji
berdasarkan jenis kelamin terbanyak laki-
laki yaitu mencapai 54,3%, berdasar
tingkat pendidikan  terbanyak dari
perguruan tinggi yaitu mencapai 78,6%,
berdasar domisili terbanyak dari kota
Semarang yaitu mencapai 51,4% diikuti
kota lainnya dan terakhir kota ungaran.
Berdasar jenis pekerjaan terbanyak
pegawai swasta mencapai 38,6%, berdasar
penghasilan perbulan terbanyak
penghasilan > Rp. 2.000.000,-.  
2.  Kualitas pelayanan dalam penelitian ini
tidak terbukti berpengaruh terhadap
peningkatan loyalitas pelanggan. Hal ini
terlihat dari skor  rata-rata 4, berarti
pelanggan/ konsumen yang datang
mengesampingkan kualitas pelayanan
terhadap konsumen dan hanya
berorientasi terhadap kualitas produk tahu
bakso ibu Pudji.
3.  Meningkatnya kualitas produk secara
signifikan dapat meningkatkan loyalitas
pelangan tahu bakso Ibu Puji,
sebagaimana terbukti dalam penelitian ini.
Hal ini diketahui dari jawaban responden
bahwa yang sangat mempengaruhi jadi
pelanggan adalah produknya atau rasanya
lebih enak dan mereka percaya bahwa
tahu bakso ibu pudji tidak memakai bahan
pengawet.
4.  Secara bersama-sama kualitas pelayanan
dan kualitas produk    signifikan dapat
meningkatkan loyalitas pelangan tahu
bakso Ibu Puji.

Saran
1.  Kualitas pelayanan dapat ditingkatkan
melalui pelayanan prima, yang meliputi
kecepatan, ketepatan dan komunikasi
antara penjual dan pelanggan, sehingga
pelanggan merasa nyaman. Hal ini dapat
juga sebagai sarana evaluasi pelayanan
kepada konsumen.
2.  Kualitas produk, perlu ditingkatkan
melalui teknologi pengolahan dan
pengemasannya, bila perlu dituliskan
batas masa kadaluwarsa produk.
3.  Berdasarkan hasil wawancara dengan
pelanggan, diharapkan khususnya pada
hari sabtu dan minggu serta hari libur
dapat ditambahkan stok produk guna
meningkatkan pelayanan sehingga
konsumen tidak lama menunggu.dan tetap
mendapatkan barang (tahu bakso).
4.  Perlu ada penelitian lanjutan tentang
kualitas produk tahu bakso ibu Pudji baik
yang menyangkut rasa, keamanan baik
dari bahan pengawet maupun bahan
tambahan sehingga dapat diketahui
kualitas produk yang sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, S. 1997. Validitas dan Rentabilitas,
BPFE, Yogyakarta
Basu. S 1999. Loyalitas Pelanggan, Sebuah
Kajian Konseptual. Sebagai Panduan
bagi peneliti, Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia. 1999 Bo. 14. No. 3,
73-88
Basu. S, T.H. Andika, 1987,  Manajemen
Pemasaran Analisa Perilaku
Konsumen, Cetakan Kedua, Penerbit
Liberty Yogyakarta.
  9Dick, AS and K. Basu, 1994  Customer
Loyality – Toward and Integrated
Conceptual Framework, Journal of
The Academy of Marketing Scince
Vol 22, No. 2 (Spring), 99 – 113
Parasuraman, Valeri A. Zeithaml, and
Leonard L Berry, A.  Conceptual
Model of Serivice L. and Its
Implications for Future Research ,
Journal of Marketing, No. 49 (Fall),
1985, PP 41 – 50
Dwiloka B, Nurwantoro, Supardi, 2005,
Pengawasan Mutu Hasil Ternak
Perpustakaan Nasional : Katalog
Dalam Terbitan (KDT).
…… SERVQUAL  = A,  Multiple, Item
Scala For Measuring Costumer
Perceptions of Service Quality,
Journal of Retailing No. 64 (1), 1988,
PP. 12 – 40
Fornell, C. 1992. A.  National Customer
Satisfaction Barometer, The
Swedish Experince, Journal of
Marketing. Vol 56, Januari,  pp 6-21
Peter J.P dan OC, Jerry C. 1999.  Perilaku
konsumen dan strategi pemasaran.
Erlangga, Jakarta.
Ghozali, Imam (2005) Analisis Multivariate
Aplikasi dengan program SPSS.
UNDIP Semarang
Sujarweni V Wiratna (2007),   Panduan
mudah menggunakan SPSS
Stephan A. Butscher,  Membangun Klub
Pelanggan Itu Mudah, Seri
Manajemen Pemasaran No. 13.
Penerbit PPM. 2006.
Gujarati, Damodar N (2003).  Basic
Econometrics  Fourth Edition
Internasional Editio. McGraw-Hill
Singapore
Tjiptono, F. 1997,  Strategi Pemasaran.
Andy Yogyakarta
Kotker, P.1997,  Marketing Management :
Analysis, Planning, Implementation
and Control, Prestice Hall, Inc
Zein, Af, L. 1998 Attitude Personality and
Behavior, Engle wood Cliff. N.J
Printice Hall.Inc
Mardalis, 1989,  Metode Penelitian Suatu
Pendekatan Proposal, PT. Bumi
Aksara Jakarta.

M. Zein, 1995, the Important of Experience
in Moulding Customer Loyality,
Behavior, Letela No. 84, 1995,
Malaysia.




  10

PENGERTIAN BANK SYARI’AH DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1        PENGERTIAN BANK SYARI’AH DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA
Pengertian Bank Syariah menurut Ensiklopedia bebas adalah (Arab: المصرفية الإسلامية al-Mashrafiyah al-Islamiyah) Yaitu suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah).  Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.[1]
Untuk pertama kalinya, pembentukan bank syari’ah didirikan di mesir pada tahun 1963 dengan nama Bank Syari’ah Myt-Ghamr, yang permodalannya dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi. Pendirian Bank Syari’ah Myt-Ghamr dipelopori oleh Ikhwanul Muslim, tetapi tidak berlangsung lama karena segera dibubarkan oleh Gamal Abdul Nashr. namun demikian, eksperimen pendirian Bank  Bank Syari’ah Myt-Ghamr (1963-1967) ini telah mampu merangsang pemikiran tentang kemungkinan didirikannya lembaga islam yang bergerak dibidang keuangan dan investasi dengan keuntungan yang layak.
Masih dimesir dengan dipeloporimoleh seorang hartawan yang bernama Thalut Harb Pasha, pada tahun 1970 para hartawan mendirikan Bank syari’ah dengan nama Bank Mesir. Bank ini mulai beroperasi pada tahun 1972 yang pada dasarnya merupakan lembaga swasta yang memiliki otonomi tersendiri. Kegiatannya terutama dalam bidang sosial, membantu usaha pengusaha kecil dan menolong kaum Dhu’afa .

Selanjutnya bermunculan bank-bank syari’ah diberbagai negara islam. Peristiwa ini diawali oleh pertemuan ketiga dari menteri-menteri luar negeri Negara-negara islam di Jeddah pada tanggal 29 Februari 1972. Dalam pertemuan tersebut dicapai kesepakatan pembentukan Departemen Keuangan dan Ekonomi di bawah Sekretaris Jenderal yang ditugasi untuk menjelaskan sistem perbankan Islam dan mengumpulkan pendapat dari Negara-negara islam. Hasil dari kajian departemen ini dibicarakan pada pertemuan pertama Menteri-menteri keuangan Organisasi Konferensi Islam pada bulan desember1973. Dalam pertemuan ini dihasilkan pernyataan kehendak untuk mendirikan sebuah Bank Syari’ah. Perkembangan bank Syari’ah yang pesat ternyata tidak terlepas dari andil yang diperankan oleh Organisai Konferensi Islam (OKI) yang sejak tahun 1970-an banyak mengeluarkan anjuran dan mendorong Negara-negara anggotanya untuk meningkatkan prekonomian rakyat di Negara masing-masing. Sampai pada akhirnya Islamic Development Bank (IDB) bulan juli 1985 yang berkantor di jeddah.[2]
Perbankan syari’ah pada dasarnya adalah sistem perbankan yang didalam usahanya didasarkan  pada prinsip-prinsip hokum atau syari’ah islam dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan Al-hadits. Maksud dari system yang sesuai dengan syari’ah islam adalah beroperasi mengikuti ketentuan –ketentuan syari’at islam, khususnya yang menyangkut tata-cara bermuamalat misaalnya dengan menjauhi praktik-praktik yang mengandung unsur-unsur riba dan melakukan kegiatan investasi atas dasar bagi hasil pembiayaan. Sedangkan kegiatan usaha dengan mengacu pada Al-Qur’an dan Al-hadits yang dimaksudkan beroperasi mengikuti larangan dan perintah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul Muhammad SAW. Penekanan dalam pelarangan tersebut terutama berkaitan dengan praktik-paraktik bank uang mengandung dan menimbulkan unsur riba. Pada awalnya penerapan system perbankan syari’ah, pembentukan lembaga keuangan syari’ah , serta penciptaan produk-produk syari’ah dalam system keuangan untuk menciptakan sesuatu kondisi bagi umat muslim agar melaksanakan semua aspek kehidupannya termasuk aspek ekonominya dengan berlandaskan Al-Qur’an dan As-sunnah. Saat ini, system perekonomian islam mengalaminperkembangan yang cukup pesat dan menjadi objek kajian dan penelitian kalangan barat. Sistem syari’ah dewasa ini telah terintegrasi dan berinteraksi dengan system perekonomian dunia. Sistem perbankan syari’ah tidak lagi hanya dimonopoli dan diklaim sebagai sistem perbankan Negara-negara islam.[3]



BAB 2
PEMBAHASAN
2.1        PERKEMBANGAN BANK SYARI’AH DI INDONESIA
Sejarah dari Bank Syariah di Indonesia itu sendiri karena masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam, namun belum ada Bank yang tercermin pada bank-bank Timur Tengah, bank di Indonesia mayoritas Merupakan bank cerminan barat (Amerika dan Eropa), yang lebih dikenal bank konvensional, dan sebenarnya kajian tentang perbankan syariah sudah muncul sejak tahun 1980-an namun realisasinya berdiri tahun 1991, oleh Bank Muamalat Indonesia. Bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini awalnya Memiliki landasan hukum yang lemah UU No.7 Tahun 1992 belum dijelaskan tentang bank syariah, namun setelah terjadi revisi muncul UU No 10 Tahun 1998 dan dengan revisi UU tersebut maka status bank syariah semakin kuat Bank Muamalat Indonesia juga sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 1990-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam undang-undang yaitu UU No 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No 7 Tahun 1997 tentang Perbankan.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank di antaranya merupakan bank besar seperti Bank Negeri Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). System syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan industry perbankan syariah nasional semakin Memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan asset lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian akan semakin signifikan.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan system ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan system bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan system syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank syariah.
Hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan bank Muamalat melewati krisis yang terjadi pada tahun 1998 dengan menunjukkan kinerja yang semakin meningkat dan tidak menerima sepeser pun bantuan dari pemerintah dan pada krisis keuangan tahun 2008, bank Muamalat bahkan mampu memperoleh laba Rp. 300 miliar lebih.
Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan. Oleh karena itu perlu langkah-langkah strategis untuk merealisasikannya.
Langkah strategis pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah pemberian izin kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang Unit Usaha Syariah (UUS) atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank syariah. Langkah strategis ini merupakan respon dan inisiatif dari perubahan Undang-Undang perbankan no. 10 tahun 1998. Undang-undang pengganti UU no.7 tahun 1992 tersebut mengatur dengan jelas landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah.[4]
Pengembangan perbankan syari’ah diindonesia dimaksudkan antara lain untuk menyediakan alternatif pelayanan kepada masyarakat baik dalam bentuk penyimpanan dana, atau jenis-jasa, lainnya maupun berupa pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syari’ah. Adanya produk syari’ah tersebut memberikan tempat bagi amsyarakat yang belum bisa menerima system bank konvensional disebabkan oleh karena hambatan keyakinan yang dinutnya.
Dalam upaya pengembangan bank syari’ah dijumpai berbagai kendala antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
a.             Masih minimnya pemahaman masyarakat terhadap jenis operasi dan produk-produk yang ditawarkan oleh bank-bank syari’ah.
b.            Jumlah dan jaringan kantor bank syari’ah yang masih terbatas sehingga menyulitkan masyarakat mengakses pelayanan bank syari’ah.
c.             Kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki pemahaman dan pengalaman teknik perbankan syari’ah.
Kendala tersebut terjadi karena perbankan syari’ah merupakan lembaga baru di Indonesia. keberadaan bank syari’ah dapat dapat dikatakan baru benar-benar muncul pada dekade 1990-an yang diawali dengan disyahkannya Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan. Oleh karena itu UU ini dapat dikatakan sebagai embrio penerapan bank syari’ah di Indonesia, meskipun sebenarnya UU ini tidak mengatur secara eksplisit mengenai perbankan syari’ah.


2.2       SISTEM PERBANKAN SYARI’AH DI INDONESIA     
            Dalam rangka menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang berbah cepat, tantangan yang dinamis semakin kompleks, serta terintegrasi dengan perekonomian internasional. Diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan dibidang perbankan. Kebijakan ini diharapkan dapat memperbaiki dan memperkokoh  ketahanan perbankan nasional. Kebijakan perbankan yang komprehensif, transparan dan mengandung kepastian hukum tersebut diantaranya berkaitan dengan pengaturan kepemilikan dan permodalan, kepengurusan, perluasan jaringan, serta perubahan kegiatan usaha Bank syari’ah. Artinya, bank Indonesia antara lain tetap mempertimbangkan faktor-faktor kemampuan bank syari’ah, prinsip kehati-hatian operasional, tingkat persaingan yang sehat, tingkat kejenuhan jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah, pemerataan pembangunan ekonomi nasional, kelayakan rencana kerja, serta kemampuan dan atau kelayakan pemilik, pengurus dan pejabat. Dalam pendirian bank syari’ah diperlukan dukungan permodalan yang kuat dan pemilik bank yang layak serta kondisi keuangan yang sehat sehingga Bank Syari’ah mampu bersaing dalam dunia perbankan internasional. Hal ini sejalan dengan perkembangan globalisasi system keuangan dan pembukaan akses pasar serta perlskusn non-diskriminasi. Sehubungan dengan itu terhadap pihak asing diberikan juga kesempatan untuk berperan serta dalam kepemilikan dan kepengurusan bank syari’ah dengan tetap memperhatikan aspek kemitraan dengan pihak nasional. Selain permodalan yang kuat, bank perlu didukung pula oleh pengurus, Dewan pengawas Syari’a, dan pejabat yang mampu dan kompeten untuk menglola bank secara sehat. Persyaratan kepengurusan  dan dewan pengawas syari’ah yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, perngkapan jabatan, dan independensi dari pengurus dan Dewan Pengurus Syari’ah diatur dengan cara seleksi administrative dan wawancara sebagai salah satu pilar dalm menciptakan good corporate governance. [5]



2.3              BENTUK HUKUM, PERMODALAN DAN KEPEMILIKAN

Berdasarkan UU Perbankan, bentuk hukum Bank Syariah dapat berupa:
a.       Perseroan terbatas
b.      Koperasi
c.       Perusahaan daerah.
Modal disetor untuk mendirikan Bank Syari’ah ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Tiga triliun rupiah. Pendirian Bank Syari’ah hanya dapat dilakukan oleh:
a.       Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia ; atau
b.      Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga Negara asing secara kemitraan.
Sedangkan kepemilikan yang berasal  dari warga Negara asing dan atau badan hukum asing setinggi-tingginya sebesar 99% dari modal disetor bank.
Sementara kepemilkan Bank oleh badan hukum Indonesia setinggi-tingginya adalah sebesar modal bersih sendiri dari badan hukum yang bersangkutan. Dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan Bank dilarang bersumber dari:
a.       Pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapu dari bank dan/atau pihak lain, dan atau
b.      Sumber yang diharamkan menurut prinsip syari’ah, termasuk dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundering).
Selanjunya, berdasarkan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, yang dapat menjadi pemilik bank adlah pihak-pihak yang:
a.       Tidak termasuk dalm daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang  saham dan atau pengurus bank, sesuai ddengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b.      Menurut penilaian Bank Indonesia, yang bersangkutan memiliki integritas yang baik yaitu antara lain adalah:
Ø  Memiliki akhlak moral yang baik,
Ø  Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku,
Ø  Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional Bank yang sehat.
c.       Pemegang saham pengendali wajib memenuhi persyaratan bahwa yang bersangkutan bersedi untuk mengatasi kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi Bank dalm menjalankan usahanya.

Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bank yang telah mendapat izin beroperasi sebagai bank syari’ah  dilarang melakukan kegiatan usaha perbankan secara konvensional dan dilarang mengubah kegiatan usaha menjadi bank konvensional.[6]

2.4              KEGIATAN USAHA BANK SYARI’AH

Bank syari’ah yang terdiri dari BUS, UUS, serta BPRS, pada dasrnya melakukan kegiatan usaha yang sama dengan bank konvensional, yaitu melakukan penghimpunan dana dan penyaluran dana masyarakat di samping penyediaan jasa jasa keuangan lainnya.
Adapun kegiatan usaha Bank Umum Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah adalah:
a.                   ,Penghimpun dana
-           modal inti,
-          simpanan dan investasi
b.                  Penyaluran dana
-          Pembiayaan berdasarkan pola jual beli dengan akad murabahah, salam atau istishna’
-          Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah atau Musyarakah
-          Pembiayaan berdasarkan akad qardh
-          Pembiayaan penyewa barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan  akad Ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik.
-          Pengambilan utang berdasarkan akad Hawalah
-          Pembiayaan multijasa
c.                   Jasa keuangan perbankan
-          Letter of credit (L/C) Impor syari’ah
-          Bank garansi syari’ah
-          Penukaran valuta asing

2.5              PRINSIP DASAR AKUNTANSI BANK SYARI’AH

Sesuai dengan karakteristiknya, maka laporan akuntansi bank islam meliputi:
a.       Laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan bank syari’ah sebagai investor beserta hak dan kewajibannya yang dilaporkan kedalam bentuk, antara lain:
Ø  Laporan posisi keuangan/neraca
Ø  Laporan laba-rugi
Ø  Laporan arus kas
Ø  Laporan perubahan modal (ekuitas)
b.      Laporan keuangan yang mencerminkan perubahan dalam investasi terikat yang dikelola bank syari’ah untuk kemanfaatan pihak-pihak lain berdasarkan akad mudharabah atau agen investasi yang dilaporkan dalam laporan perubahan dana investasi terikat.
c.       Laporan keuangan yang mencerminkan peran bank syari’ah sebagai pemegang amanah dan kegiatan sosial yang dikelola secara terpisah dan dilaporkan kedalam bentuk:
Ø  Laporan sumber dan penggunaan zakat
Ø  Laporan sumber dan penggunaan dana qardh/qardul hasan
Beberapa hal yang menonjol dalam akuntansi bank Islam adalah:
·         Giro dan tabungan wadiah dicatat/disajikan sebagai utang dalam neraca
·         Rekening investasi mudharabah bebas/deposito dicatat/disajikan sebagai rekening tersendiri antar utang dan modal (bukan utang)
·         Rekening investasi tidak bebas dicatat terpisah sebagai off balance sheet account dalm bentuk laporan perubahan posisi investasitidak bebas.
·         Piutang murabahah dicatat sebesar sisa haraga jual yang belum tertagih dikurangi dengan margin yang belum diterima.
·         Investasi mudharabah dan musyarakah disajikan sebesar sisa nilai modal yang disertakan atau diinvestasikan.
·         Asset yang disewakan dicatat sebesar harga  perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan .
·         Pendapatan pada umumnya diakui secara cash basis sedangkan beban tetap secara  accrual basis.
·         Bagi hasil antara mudharib dan shibul mal dilakukan  atas profit loss sharing atau revenue sharing, sedangkan pendapatan yang berasal dari investasi dana yang bukan berasal dari rekening investasi sepenuhnya menjadi pendapatan bank, disamping itu pendapatan jasa bank sepenuhnya menjadi pendapatan bank yang tidak dibagi hasilkan.[7]


BAB 3
PENUTUP

3.1       Kesimpulan








3.2       Saran



DAFTAR PUSTAKA

v  Djazuli, H.A, dkk, Lembaga-Lembaga Perekonomian umat (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002).
v  Slamat, Dahlan, Manajemen lembaga keuangan, kebijakan moneter dan perbankan, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005).
v Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2010).



[2] H.A. Djazuli, Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian umat (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), hlm.61-63
[3] Dahlan Slamat, Manajemen lembaga keuangan, kebijakan moneter dan perbankan, (Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hlm. 407-408
[5] Dahlan Slamat, Manajemen lembaga keuangan, kebijakan moneter dan perbankan, (Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005),  hlm. 409-413
[6] Dahlan Slamat, Manajemen lembaga keuangan, kebijakan moneter dan perbankan, (Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hlm. 414-415
[7]Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2010), Hlm. 72-95